KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat dan berkah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul
“Integrasi Industri Minyak Kelapa, Nata
de Coco, dan Vinegar sebagai Implementasi dari Konsep Eco Industrial Park”. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan
penilaian Ujian Akhir Semester Genap mata kuliah Industri Kimia dan Pengantar
Ilmu Lingkungan.
Penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya sangat sederhana, namun kami
harapkan makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam bidang
industri dan kaitannya dalam usaha para pelaku industri dalam menjaga
kelestarian lingkungan di sekitar..
Tak ada gading yang tak retak, makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi mahasiswa yang lainnya.
Tak ada gading yang tak retak, makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi mahasiswa yang lainnya.
Bangkalan, Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.................................................................................................... i
DAFTAR ISI
................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang............................................................................................ 1
1.2
Rumusan
Masalah...................................................................................... 2
1.3
Tujuan......................................................................................................... 2
1.4
Ruang Lingkup Materi................................................................................. 2
BAB II TELAAH TEORI
2.1 ECO INDUSTRIAL PARK (EIP) ........................................................ 3
2.2 Tujuan
............................................................................................. 4
BAB III KAJIAN OPERASI INDUSTRI
3.3
Integrasi Industri Minyak Kelapa, Nata De Coco, dan Venegar................ 6
3.3.1
Teknologi Proses Pengolahan Minyak Kelapa ......................... 7
3.3.1.1 Pengolahan
Minyak Kelapa Cara Basah .................
8
3.3.1.2 Pengolahan Minyak Kelapa Cara
Kering ................ 11
3.3.2 Nata
de Coco ................................................................................ 13
3.3.3 Vinegar
.......................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan..................................................................................................30
4.2
Saran........................................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan tanaman
kelapa terbesar di dunia dengan luas areal 3,88 juta hektar (97% merupakan
perkebunan rakyat), memproduksi kelapa 3,2 juta ton setara kopra. Selama 34
tahun, luas tanaman kelapa meningkat dari 1,66 juta hektar pada tahun 1969
menjadi 3,89 juta hektar pada tahun 2005. Meskipun luas areal meningkat, namun
produktivitas pertanaman denderung semakin menurun (tahun 2001 rata-rata 1,3
ton /Ha, tahun 2005 rata-rata 0,7 ton/Ha). Produktivitas lahan kelapa Indonesia
masih rendah di bandingkan dengan India dan Srilangka.Perkebunan kelapa rakyat
dicirikan memiliki lahan yang sempit, pemeliharaan seadanya atau tidak sama
sekali dan tidak pada skala komersial. Permintaan produk-produk berbasis kelapa
masih terus meningkat baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri.Industri
turunan kelapa masih dapat dikembangkan dengan melakukan diversifikasi produk
olahan antara lain : oleo kimia, desiccated
coconut, virgin oil, nata de coco, dan lain-lain.
Selain itu dengan berprinsip pada konsep ekologi industri
yang diharapkan mampu menciptakan efisiensi dalam pengolahan bahan baku, dimana
pengembangan ekologi industri merupakan suatu usaha untuk membuat konsep baru
dalam mempelajari dampak sistem industri pada lingkungan. Ekologi industri
adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengelola aliran energi atau material
sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi dan menghasilkan sedikit polusi.
Tujuan utamanya adalah untuk mengorganisasi sistem industri sehingga diperoleh
suatu jenis operasi yang ramah lingkungan dan berkesinambungan. Strategi untuk
mengimplementasikan konsep ekologi industri ada empat elemen utama yaitu :
mengoptimasi penggunaan sumber daya yang ada, membuat suatu siklus material
yang tertutup dan meminimalkan emisi, proses dematerialisasi dan pengurangan
dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbarukan. Pada
kajian ini membahas penerapan ekologi industri kelapa yang dapat dimaksimalkan
pengolahannya dengan prinsip integrasi.
Dengan pertimbangan diatas, diputuskan untuk melakukan
telaah pada integrasi industri kelapa dimana pohon multiguna tersebut dapat
dimaksimalkan pengolahannya sehingga dapat menghasilkan produksi yang efisien.
Yang dimanfaatkan dalam produksi ini adalah buah kelapa. Buah kelapa segar
diambil dagingnya untuk dimanfaatkan menjadi minyak kelapa. Limbah bahan baku
berupa air kelapa dimanfaatkan menjadi nata
de coco. Kemudian sisa dari produksi nata tersebut diolah lebih lanjut
menjadi vinegar. Industri kelapa dipilih karena industri ini mudah ditemui dan
pengolahannya yang relatif mudah. Dan produk yang dihasilkan dari industri ini
bukanlah produk asing bagi masyarakat. Sehingga untuk penjualannya pun, dapat
dilakukan dengan mudah tanpa perlu dilakukan promosi yang terlalu gencar karena
produk-produk yang dihasilkan dari industri ini sudah memiliki konsumennya
sendiri.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Bagaimana penjelasan dari konsep
ekologi industri?
1.2.2
Apa definisi dari eco industrial park?
1.2.3
Bagaimana implementasi dari konsep eco industrial park di dunia industri?
1.3
TUJUAN
1.3.1
Mengetahui konsep ekologi industri.
1.3.2
Mengetahui definisi eco industrial park.
1.3.3
Mengetahui implementasi dari konsep eco industrial park di dunia industri.
1.1
RUANG LINGKUP
MATERI
Pembahasan
dalam makalah ini hanya dibatasi pada pemahaman konsep ekologi industri dalam
eco industrial park dan implentasinya terhadap industri minyak kelapa, nata de coco, dan vinegar.
BAB II
TELAAH TEORI
2.1 ECO INDUSTRIAL PARK (EIP)
Ekologi
Industri adalah bidang ilmu yang difokuskan pada dua tujuan yaitu peningkatan
ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan. Pada konsep ekologi industri,
sistem industri dipandang bukan sebagai suatu sistem yang terisolasi dari
sistem dan lingkungan disekelilingnya, melainkan merupakan satu kesatuan.
Didalam sistem ini dioptimalkan siklus material, dari mulai bahan mentah hingga
menjadi bahan jadi, komponen, produksi dan pembuangan akhir. Faktor-faktor yang
dioptimalkan termasuk sumber daya, energi dan modal.
Konsep dalam
Ekologi Industri mengadaptasi analogi ekosistem alam kedalam sistem industri.
Tingkatan-tingkatan organisme dalam ekosistem saling berinteraksi, saling
mempengaruhi membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Tingkatan
organisasi dalam dunia industri adalah industri tunggal, industri kawasan,
industri global dan ekosistem industri. Antara komunitas industri dan
lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan
ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen,
konsumen, dan dekomposer / pengurai.
Ekologi
industri adalah suatu yang ditandai dengan banyak ragam kelompok hubungan antar
produksi dan konsumsi. Dari perspektif suatu institusi, keragaman ini dapat
dikelompokkan berdasarkan batasan sistem. Salah satu bagian dari ekologi
industri adalah simbiosis industri. Pada prinsipnya ekologi industri
berhubungan dengan aliran bahan / material dan energi pada sistem dalam skala
berbeda, mulai dari produksi ke pabrik hingga ke tingkat masional dan tingkat
global. Simbiosis (hubungan yang saling menguntungkan / mutually beneficial relationship) industri difokuskan pada
aliran-aliran jaringan bisnis dengan organisasi lainnya baik dalam peta ekonomi
local maupun regional sebagai suatu pendekatan ekologi dari pembangunan industri
yang berkelanjutan.
Eco Industrial Park
merupakan implementasi riil dari konsep Ekologi Industri. Sebuah kawasan yang
berkesinambungan menciptakan keselarasan antara kawasan industri dengan
lingkungan alam. Simbiosis yang menguntungkan antara industri satu dengan
industri lainnya dapat terintegrasi dengan baik dan menciptakan suatu harmoni
yang diharapkan dapat meminimalisir kerusakan lingkungan alam akibat pengaruh
dari limbah industri.
2.2 TUJUAN
Tujuan utama ekologi industri adalah
untuk memajukan dan melaksanakan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan, baik
itu secara global, regional, ataupun pada tingkat lokal.dalam hal ini ada 3
prinsip kunci pembangunan yang menjadi tujuan ekologi industri, yaitu:
1. Penggunaan Sumber Daya Alam yang
Berkelanjutan
Ekologi
industri mengembangkan prinsip untuk lebih mengutamakan penggunaan sumberdaya
alam yang dapat diperbaharui dan mengurangi penggunaan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui. Aktivitas industri bergantung pada ketersedian sumber
daya alam yang kuat (steady supply of resources), sehingga untuk itu
perlu untuk mengatur pemanfaatannya secara lebih efisien dalam proses operasi
sebisa mungkin, walaupun sudah banyak penelitian yang menemukan cara
meminimalisasi penggunaan bahan baku ini. Ini tidak dapat diasumsikan bahwa
permintaan akan kebutuhan bahan-bahan baku tersebut akan berkurang.
Selain sinar matahari, supply
sumberdaya alam sangat terbatas. Sehingga menipisnya sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui dan rusaknya sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
(seperti hutan) harus dapat diminimalisasi agar aktivitas industri dapat
berkelanjutan dalam jangka waktu lebih lama.
2.
Menjamin
Mutu / Kualitas Hidup Masyarakat Sekitarnya
Manusia
merupakan satu-satunya komponen dalam interaksi yang ada dalam ekologi yang
komplek. Aktivitas-aktivitas manusia tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi
keseluruhan sistem. Karena kualitas hidup manusia bergantung pada kualitas
komponen-komponen lain dalam ekosistem, struktur dan fungsi ekosistem, sehingga
hal ini harus menjadi fokus dalam konsep ekologi industri. Bagaimana caranya
agar aktivitas-aktivitas industri tidak menyebabkan bencana kerusakan bagi
ekosistem atau secara perlahan merusak struktur dan fungsi ekosistem itu
sendiri, yang membahayakan sistem kehidupan.
3.
Memelihara
Kelangsungan Hidup Ekologi Sistem Alami (Environmental
Equity)
Tantangan
yang utama bagi pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana upaya untuk mencapai
suatu keadilan bagi antargenerasi dan antarmasyarakat (intergenerational and intersociental equity). Menghabiskan sumber daya
alam dan merusak kualitas ekologi demi mencapai tujuan jangka pendek dapat
membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Ketidakadilan antarmasyarakat juga muncul, sebagai fakta bahwa tidak
adanya keseimbangan penggunaan sumberdaya alam antara negara maju dengan negara
berkembang, dimana terjadi ketidaksesuaian atau keseimbangan penggunaan
sumberdaya alam yang digunakan negara-negara maju dibandingkan negara-negara
berkembang. Ketidakadilan ini juga muncul di Amerika, masyarakat yang memiliki
pendapatan di bawah rata-rata lebih merasakan dampak-dampak pencemaran
lingkungan dari industri, sebab di kalangan masyarakat ini pula mereka lebih
rentan terhadap resiko-resiko kesehatan dan zat-zat berbahaya / beracun.
BAB
III
KAJIAN
OPERASI INDUSTRI
3.1 INTEGRASI INDUSTRI MINYAK KELAPA, NATA DE COCO, DAN VINEGAR.
Penyusun memilih untuk mengkaji
integrasi industri minyak kelapa, nata de coco, dan vinegar sebagai contoh dari
implementasi riil konsep ekologi dalam bidang industri. Sebagaimana diketahui,
bahwa di Indonesia, kelapa merupakan komoditas yang mudah untuk ditemui dan
diolah. Meskipun seluruh bagian dari pohon kelapa dapat dimanfaatkan dengan
maksimal, namun produsen minyak kelapa hanya mengambil daging kelapa untuk
kemudian diolah menjadi minyak kelapa. Terdapat pengepul sabut dan air kelapa
yang kemudian memasok limbah bahan baku tersebut ke produsen selanjutnya.
Produsen nata de coco yang menerima pasokan air kelapa dari pengepul kemudian
mengolah air kelapa tersebut menjadi nata de coco. Kemudian demi memaksimalkan
profit, produsen nata de coco menyisakan cairan nata de coco (limbah) untuk
diproses sebagai bahan baku alternatif menjadi vinegar yang berkualitas.
Pemetaan
industri tersebut seperti yang terdapat pada gambar berikut:
Vinegar
yang telah melewati masa fermentasi akan menjadi bioetanol
|
INDUSTRI VINEGAR
|
INDUSTRI NATA DE
COCO
|
Limbah
tidak terpakai (air limbah nata de coco)
coco
|
INDUSTRI MINYAK
KELAPA
|
Limbah
tidak terpakai (air kelapa)
|
Gambar
2.10 Pemetaan Integrasi Industri
3.3.1 TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN
MINYAK KELAPA
Minyak
kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging buah kelapa yang
dikeringkan) atau dari perasan santannya. Kandungan minyak pada daging buah
kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%, atau kandungan minyak dalam kopra
mencapai 63-72%. Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan
senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya
merupakan asam lemak jenuh. Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga
mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol
(0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak bebas (< 5%) dan sedikit
protein dan karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak dan
tokoferol sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Setiap minyak nabati memiliki
sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan oleh struktur asam lemak pada
rangkaian trigliseridanya . Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang
(C8 –
C14),
khususnya asam laurat dan asam meristat. Adanya asam lemak rantai sedang ini (medium
chain fat) yang relatif tinggi membuat minyak kelapa mempunyai beberapa
sifat daya bunuh terhadap beberapa senyawaan yang berbahaya di dalam tubuh
manusia. Sifat inilah yang didayagunakan pada pembuatan minyak kelapa murni
(VCO, virgin coconut oil)
Secara
garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan dengan dua
cara:
1.
Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan proses basah. Untuk menghasilkan
minyak dari proses basah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.
Cara Basah Tradisional
b.
Cara Basah Fermentasi
c.
Cara basah Sentrifugasi
d.
Cara Basah dengan Penggorengan
2. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah
dikeringkan (kopra) atau dikenal proses
kering. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu:
a. Ekstraksi secara mekanis (cara pres)
b. Ekstraksi menggunakan Pelarut
3.3.1.1 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Basah
Pembuatan minyak dengan cara basah dapat dilakukan melalui
pembuatan santan terlebih dahulu atau dapat juga di pres dari daging kelapa
setelah digoreng.
Santan kelapa merupakan cairan hasil ekstraksi dari kelapa
parut dengan menggunakan air. Bila santan didiamkan, secara pelan-pelan akan
terjadi pemisahan bagian yang kaya dengan minyak dengan bagian yang miskin
dengan minyak. Bagian yang kaya dengan minyak disebut sebagai krim, dan bagian
yang miskin dengan minyak disebut dengan skim. Krim lebih ringan dibanding
skim, karena itu krim berada pada bagian atas, dan skim pada bagian bawah.
1). Cara Basah Tradisional
Cara basah tradisional ini sangat sederhana dapat dilakukan
dengan menggunakan peralatan yang biasa terdapat pada dapur keluarga. Pada cara
ini, mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Kemudian santan
dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang
disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak. Terakhir, blondo
diperas untuk mengeluarkan sisa minyak.
2). Cara Basah Fermentasi
Cara basah fermentasi agak berbeda dari cara basah
tradisional. Pada cara basah fermentasi, santan didiamkan untuk memisahkan skim
dari krim. Selanjutnya krim difermentasi untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan
minyak (terutama protein) dari minyak pada waktu pemanasan. Mikroba yang
berkembang selama fermentasi, terutama mikroba penghasil asam. Asam yang
dihasilkan menyebabkan protein santan mengalami penggumpalan dan mudah
dipisahkan pada saat pemanasan. Tahapan proses cara fermentasi (Ristek, 2001)
adalah sebagai berikut:
1)
Daging buah kelapa
diparut. Hasil parutan (kelapa parut) dipres sehingga mengeluarkan santan.
Ampas ditambah dengan air (ampas : air = 1 : 0,2) kemudian dipres lagi. Proses
ini diulangi sampai 5 kali. Santan yang diperoleh dari tiap kali pengepresan
dicampur menjadi satu.
2)
Santan dimasukkan ke
dalam wadah pemisah skim selama 12 jam, akan terjadi pemisahan skim pada bagian
bawah dan krim pada bagian atas. Setelah terjadi pemisahan, kran saluran
pengeluaran dari wadah pemisah dibuka sehingga skim mengalir keluar dan
menyisakan krim. Kemudian krim ini dikeluarkan dan ditampung pada wadah
terpisah dari skim.
3)
Krim dicampur dengan
ragi tapai (krim : ragi tapai = 1 : 0,005, atau 0,05%). Selanjutnya, krim ini
dibiarkan selama 20-24 jam sehingga terjadi proses fermentasi oleh mikroba yang
terdapat pada ragi tapai.
4)
Krim yang telah
mengalami fermentasi dipanaskan sampai airnya menguap dan proteinnya
menggumpal. Gumpalan protein ini disebut blondo. Pemanasan ini biasanya
berlangsung selama 15 menit.
5)
Blondo yang
mengapung di atas minyak dipisahkan kemudian dipres sehingga mengeluarkan
minyak. Minyak inii dicampurkan dengan minyak sebelumnya, kemudian dipanaskan
lagi selama 5 menit.
6)
Minyak yang
diperoleh disaring dengan kain kasa berlapis 4. Kemudian minyak diberi BHT (200
mg per kg minyak).
7)
Minyak dikemas
dengan kotak kaleng, botol kaca atau botol plastik.
3) . Cara Basah (Lava Process)
Cara basah lava process agak mirip dengan cara basah
fermentasi. Pada cara ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi agar terjadi
pemisahan skim dari krim. Pada proses sentrifugasi, santan diberi perlakuan
sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500 rpm. Sehingga terjadi pemisahan fraksi
kaya minyak (krim) dari fraksi miskin minyak (skim). Selanjutnya krim
diasamkan,
Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam asetat,
sitrat, atau HCI sampai pH4. Setelah itu santan dipanaskan dan diperlakukan
seperti cara basah tradisional atau cara basah fermentasi, kemudian diberi
perlakuan sentrifugasi sekali lagi untuk memisahkan minyak dari bagian bukan
minyak. Skim santan diolah menjadi konsentrat protein berupa butiran atau
tepung.
4). Cara Basah dengan Penggorengan
Pengolahan minyak dengan cara penggorengan, proses ekstraksi
minyak dilakukan dari hasil penggilingan atau parutan daging kelapa dengan
langkah sebagai berikut.
a.
Daging kelapa segar dicuci bersih dan
kemudian digiling atau diparut dengan penggilingan atau parutan
b.
Potongan-potongan daging kelapa yang
digiling, kemudian dimasukkan dalam wadah penggorengan yang telah berisi minyak
goreng panas pada suhu 110oC -120oC selama 15-40 menit. Proses ini
tergantung dari suhu dan rasio daging kelapa giling dan minyak kelapa yang
digunakan untuk menggoreng. Meningkatnya suhu dalam wadah penggorengan akan
menghasilkan uap air dari penggorengan daging kelapa giling. Jika uap tersebut
sudah tidak ada lagi berarti penggorengan sudah selesai dan akan terlihat bahwa
daging kelapa giling akan berubah warnanya dari warna kekuning-kuningan menjadi
kecoklatan
c.
Untuk mempercepat
pemisahan butiran kelapa panas dengan unsur minyak dapat dilakukan dengan cara
mengaduk-aduknya. Butiran yang sudah berpisah dari minyak kemudian dikeluarkan
dari wadah penggorengan, sementara minyak hasil penggorengan dibiarkan mengalir
terpisah ke tempat penampungan minyak.
d.
Butiran-butiran kelapa yang sudah dikeluarkan
tadi masih mengandung banyak minyak. Oleh karena itu butiran kelapa diperas
menggunakan mesin press. Minyak yang dihasilkan dari proses ini kemudian
ditampung.
e.
Minyak kelapa dapat
langsung dikemas dalam jerigen untuk langsung dijual.
Untuk memperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik, biasanya
dilakukan proses refined, bleached, deodorized (RBD).
Proses-proses ini dapat dilakukan dengan (1) Penambahan senyawa alkali (KOH
atau NaOH) untuk netralisasi asam lemak bebas. (2) Penambahan bahan penyerap
warna, biasanya menggunakan arang aktif agar dihasilkan minyak yang jernih. (3)
Pengaliran uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan menghilangkan
senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang tidak dikehendaki. Dengan bahan baku
dua ton daging kelapa segar, akan dihasilkan sekitar -35% minyak kelapa atau
sekitar 600 kg-700 kg minyak kelapa. Selain memproduksi minyak kelapa, proses
produksi juga menghasilkan produk sampingan yaitu: bungkil kelapa, sisa
pengepresan sebanyak 20%-25% dari total jumlah bahan baku.
3.3.1.2 Pengolahan
Minyak Kelapa Cara Kering
1) Cara Pres
Cara pres dilakukan terhadap daging buah kelapa kering
(kopra). Proses ini memerlukan investasi yang cukup besar untuk pembelian alat
dan mesin. Uraian ringkas cara pres ini adalah sebagai berikut:
a.
Kopra dicacah,
kemudian dihaluskan menjadi serbuk kasar.
b.
Serbuk kopra
dipanaskan, kemudian dipres sehingga mengeluarkan minyak. Ampas yang dihasilkan
masih mengandung minyak. Ampas digiling sampai halus, kemudian dipanaskan dan
dipres untuk mengeluarkan minyaknya.
c.
Minyak yang
terkumpul diendapkan dan disaring.
d.
Minyak hasil
penyaringan diberi perlakuan berikut:
- Penambahan senyawa alkali (KOH atau NaOH)
untuk netralisasi (menghilangkan asam lemak bebas).
- Penambahan bahan penyerap (absorben) warna,
biasanya menggunakan arang aktif dan atau bentonit agar dihasilkan minyak yang
jernih dan bening.
- Pengaliran uap air panas ke dalam minyak
untuk menguapkan dan menghilangkan senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang
tidak dikehendaki.
e.
Minyak yang telah
bersih, jernih, dan tidak berbau dikemas di dalam kotak kaleng, botol plastik
atau botol kaca.
2) Cara Ekstraksi Pelarut
Cara ini menggunakan cairan pelarut (selanjutnya disebut
pelarut saja) yang dapat melarutkan minyak. Pelarut yang digunakan bertitik
didih rendah, mudah menguap, tidak berinteraksi secara kimia dengan minyak dan
residunya tidak beracun. Walaupun cara ini cukup sederhana, tapi jarang
digunakan karena biayanya relatif mahal. Uraian ringkas cara ekstraksi pelarut
ini adalah sebagai berikut:
a.
Kopra dicacah,
kemudian dihaluskan menjadi serbuk.
b.
Serbuk kopra
ditempatkan pada ruang ekstraksi, sedangkan pelarut pada ruang penguapan.
Kemudian pelarut dipanaskan sampai menguap. Uap pelarut akan naik ke ruang
kondensasi. Kondensat (uap pelarut yang mencair) akan mengalir ke ruang
ekstraksi dan melarutkan lemak serbuk kopra. Jika ruang ekstraksi telah penuh
dengan pelarut, pelarut yang mengandung minyak akan mengalir (jatuh) dengan
sendirinya menuju ruang penguapan semula.
c.
Di ruang penguapan,
pelarut yang mengandung minyak akan menguap, sedangkan minyak tetap berada di
ruang penguapan. Proses ini berlangsung terus menerus sampai 3 jam.
d.
Pelarut yang
mengandung minyak diuapkan. Uap yang terkondensasi pada kondensat tidak
dikembalikan lagi ke ruang penguapan, tapi dialirkan ke tempat penampungan
pelarut. Pelarut ini dapat digunakan lagi untuk ekstraksi. penguapan ini
dilakukan sampai diperkirakan tidak ada lagi residu pelarut pada minyak.
e.
Selanjutnya, minyak
dapat diberi perlakuan netralisasi, pemutihan dan penghilangan bau.
2.3.2 Nata
de Coco
Nata de Coco merupakan makanan pencuci
mulut (desert). Nata de Coco adalah makanan yang banyak mengandung serat,
mengandung selulosa kadar tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu
pencernaan Kadungan kalori yang rendah pada Nata de Coco merupakan pertimbangan
yang tepat produk Nata de Coco sebagai makan diet. Dari segi penampilannya
makanan ini memiliki nilai estetika yang tinggi, penampilan warna putih agak
bening, tekstur kenyal, aroma segar. Dengan penampilan tersebut maka nata
sebagai makanan desert memiliki daya tarik yang tinggi. Dari segi ekonomi
produksi nata de coco menjanjikan nilai tambah. Uning (1974) mengungkapkan
bahwa pembuatan nata yang diperkaya denganvitamin dan mineral akan mempertinggi
nilai gizi dari produk ini.
Nata de Coco dibentuk oleh spesies
bakteri asam asetat pada permukaan cairanyang mengandung gula, sari buah, atau
ekstrak tanaman lain (Lapuz et al., 1967). Beberapa spesies yang termasuk
bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak
dipelajari adalah A. xylinum (Swissa et al., 1980). Bakteri A. xylinum termasuk
genus Acetobacter (Ley & Frateur, 1974). Bakteri A. xylinum bersifat Gram
negatip, aerob, berbentuk batang pendek atau kokus (Moat, 1986; Forng etal.,
1989).
Pemanfaatan limbah pengolahan kelapa
berupa air kelapa merupakan mengoptimalkan
pemanfaatan buah kelapa. Limbah air kelapa cukup baik digunakan untuk substrat
pembuatan Nata de Coco. Dalam air kelapa terdapat berbagai nutrisi yang bisa
dimanfaatkan bakteri penghasil Nata de Coco. Nutrisi yang terkandung dalam air
kelapa antara lain : gula sukrosa 1,28%, sumber mineral yang beragam antara
lain Mg2+3,54 gr/l (Woodroof, 1972, Pracaya 1982), serta adanya faktor
pendukung pertumbuhan (growth promoting factor) merupakan senyawa yang mampu
meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (A. xylinum) (Lapus et al.,
1967). Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh A. xylinum
sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa metabolit
diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata de Coco. Senyawa peningkat
pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan pertumbuhan
mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan
aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel A. xylinum untuk
menghasilkan selulosa.
Dengan pertimbangan diatas maka
pemanfaatan limbah air kelapa merupakan upaya pemanfaatan limbah menjadi produk
yang memiliki nilai tambah. Fermentasi Natade Coco dilakukan melalui
tahap-tahap berikut:
- Persiapan
bahan dan alat
-
Pemeliharaan biakan murni A. xylinum.
-
Pembuatan starter.
-
Fermentasi.
-
Pemanenan
-
Pengolahan
-
Pengemasan
PROSES PEMBUATAN Nata de Coco
·
Persiapan Bahan
dan Alat
Peralatan yang diperlukan:
1.
Kompor.
2.
Panci untuk merebus media/ air kelapa.
3.
Gelas ukur besar 1liter dan 250 mili
liter.
4.
Pengaduk.
5.
Pisau pengiris nata.
6.
Plastik kemasan 1/2 kg.
7.
Saringan air kelapa/ ayakan tepung.
8.
Nampan/ wadah untuk fermentasi.
9.
Kain putih/mori untuk penutup 3 m.
10. Tali
pengikat/karet.
11. Ember/baskom
perendam/pencuci.
12. Timbangan
kue.
13. Sealing
cup ukuran akua gelas.
Bahan yang diperlukan:
1.
Air kelapa 25 liter.
2.
Gula pasir 2,5 kg.
3.
Urea 25 g.
4.
Sirup rasa dan warna disesuaikan
kesukaan masyarakat
5.
Kap gelas (ukuran aqua gelas).
6.
Allumunium foil satu gulung.
·
Pemeliharaan Biakan
Murni A. Xylinum
Biakan atau kultur murni A. xylinum
diperoleh di laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Litbang Pascapanen
Pertanian, Bogor. Kultur tersebut tumbuh pada media Hassid Barker. Koleksi
kultur dapat dalam bentuk kering beku dalam ampul, maupun dalam bentuk goresan
dalam agar miring (slant agar). Koleksi kultur dalam bentuk kering beku dalam
ampul dapat bertahan hidup bertahun-tahun tanpa peremajaan. Sedangkan koleksi
kultur dalam agar miring perlu peremajaan setiap 2-3 bulan. Kebanyakan koleksi
kultur pemeliharaannya dengan cara peremajaan dilakukan pada media agar miring.
Pemeliharaan koleksi kultur yang
dimiliki dapat dilakukan dengan cara: pembuatan media Hassid Barker Agar (HBA)
dalam tabung reaksi dan peremajaan kultur setiap 2-3 bulan. Komposisi media HBA
adalah sebagai berikut: sukrosa 10%,(NH4)2SO4 0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstrak
khamir 2,5 g/L 2 % asam asetat glasial, agardifco 15 g/L . Media HBA dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalam autoclave 121 oC, 2 atm, selama 15
menit. Media dalam tabung reaksi masih panas diletakkan mring hingga membeku
untuk menghasilkan media agar miring. Peremajaan dapat dilakukan dengan cara
menggoreskan 1 ose kultur kedalam media agar miring yang telah dipersiapkan.
Kutur baru diinkubasi pada suhu kamar, selama 2-3 hari. Kultur akan tumbuh pada
media HBA miring dengan bentuk sesuai alur goresan. Kultur yang terlah
diremajakan siap untuk kultur kerja, dan sebagian disimpan untuk kultur simpan
atau kultur stok (Stock Culture).
·
Pembuatan Starter
Substrat adalah media pertumbuhan
bakteri A. xylinum, bentuk cair yang
didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan A.
xylinum, untuk menghasilkan Nata de Coco.
Cara penyiapan substrat untuk
pembuatan Nata de Coco dengan bahan baku air kelapa ádalah sebagai berikut; air
kelapa yang diperoleh dari pasar disaring dengan menggunakan kain saring
bersih. Kedalam air kelapa ditambahkan sukrosa (gula pasir) sebanyak 10% (b/v).
Gula ditambahkan sambil dipanaskan, diaduk hingga homogen. Urea (sebanyak 5
gram urea untuk setiap 1 liter air kelapa bergula yang disiapkan) ditambahkan
dan diaduk sambil didihkan. Substrat ini didinginkan, kemudian ditambah asam
acetat glacial (asam cuka ) sebanyak 2% atau asam cuka dapur 25% (16 ml asam
asetat untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan dengan cara
dimasukkan dalam outoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit
(atau didihkan selama 15menit).
Starter adalah bibit A. xylinum yang
telah ditumbuhkan dalam substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi
bakteri A. xylinum mencapai karapatan optimal untuk proses pembuatan nata ,
yaitu 1 x 109 sel/ml. Biasanya karapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan
kultur tersebut dalam susbtrat selama 48 jam (2 hari).
Penyiapan starter adalah sebagai
berikut: substrat disterilkan dengan outoclave atau dengan cara didihkan selama
15 menit. Setelah dingin kira-kira susu 40 oC, sebanyak 300 ml dimasukkan
kedalam botol steril volume 500 ml. Substrat dalam botol steril diinokulasi
(ditanami bibit bakteri A. xylinum) sebanyak 2 ose (kira-kira 2 pentol korek
api), bibit A. xylinum. Substrat digojog, sebaiknya menggunakan shaker dengan
kecepatan 140 rpm (Masaoka, et al., 1993) ( secara manual digojog setiap 2-4
jam ). Starter ditumbuhkan selama 2 hari, pada suhu kamar.
·
Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses
pengubahan senyawa yang terkandung didalam substrat oleh mikroba (kulture)
misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan selulosa /Nata de Coco),
baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam situasi aerob
maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi proses katabolisme maupun
proses anabolisme.
Fermentasi substrat air kelapa yang
telah dipersiapkan sebelumnya prosesnya sebagai berikut; substrat air kelapa
disterilkan dengan menggunakan outoclave atau dengan cara didihkan selama 15
menit. Substrtat didinginkan hingga suhu 40oC.
Substrat dimasukkan pada nampan atau
baskom steril dengan permukaan yang lebar, dengan kedalaman substrat kira-kira
5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 %
(v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan menggunakan kain kasa.
Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih,
terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih untuk menghindari
terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15 hari, pada suhu
kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15 hari nata
dapat dipanen.
·
Pengolahan
Nata de Coco yang dipanen pada umur
10-15 hari, dalam bentuk lembaran dengan ketebalan 1 - 1,5 cm. Nata de Coco
dicuci dengan menggunakan air bersih, diiris dalam betuk kubus, dicuci dengan
menggunakan air bersih. Nata de Coco direndam dalam air bersih selama 2-3 hari.
Agar rasa asam Nata de Coco hilang perlu direbus hingga selama 10 menit. Hingga
tahap ini telah dihasilkan Nata de Coco rasa tawar.
Untuk menghasilkan Nata de Coco siap
konsumsi yang memiliki rasa manis dengan flavour tertentu perlu dilakukan
proses lanjut. Nata de Coco direbus dalam air bergula. Penyiapan air bergula
dengan cara menambahkan gula pasir sebanyak 500 gr ke 7 dalam 5 liter air
ditambahkan vanili atau flavour agent lain untuk menghasilkan valour yang
diinginkan. Potongan Nata de Coco bentuk dadu dumasukkan kedalam air bergula
selanjutnya direbus hingga mendidih selama 15 menit. Nata de Coco didingankan
dan siap untuk dikonsumsi.
·
Pengemasan
Pengemasan pada nata de coco ini dapat
dilakukan pada kemasan cup 74 gram. Di PT Tonsu Wahan Tirta, perusahaan tempat
penyusun melakukan pengamatan, diproduksi sekitar 4000 cup nata de coco.
Gambar
2.1 Nata de Coco
Kapasitas
produksi nata de coco
Kebutuhan bahan baku membuat satu cup
nata koktail dibutuhkan 74 gr nata mentah (standar kemasan), sehingga untuk
memproduksi 4.169 cup nata koktail dibutuhkan 308,506 kg nata mentah. Kebutuhan
air kelapa untuk membuat per kilogram nata mentah adalah satu liter, sehingga
total kebutuhan air kelapa untuk membuat nata lembaran adalah 308,506 liter
Kebutuhan bahan baku untuk membuat
satu lembar nata lempeng (berat satu kg) membutuhkan air kelapa sebanyak satu
liter, air kelapa kemudian di inokulasi di dalam loyang plastik yang berukuran
31x24x4 cm3 selama enam hari Hasil akhir berupa nata de coco lempeng berumur
enam hari dengan berat berkisar kurang lebih satu kg. sehingga untuk
menghasilkan Nata de Coco koktail sebanyak 4.196 cup membutuhkan nata lempeng sebanyak
308,506 lembar nata mentah atau setara dengan 308,506 liter air kelapa.
3.3.3 VINEGAR
Vinegar berasal dari kata vinaigre (bahasa Perancis) yang
artinya anggur yang telah asam, merupakan suatu produk yang dihasilkan dari
fermentasi bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol, yang kemudian
difermentasi lebih lanjut menjadi vinegar yang mempunyai
kandungan asam asetat minimal 4 gram/100mL (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).
·
Fermentasi Pada Vinegar
Fermentasi adalah
perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang
berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam
bahan pangan. (Bucle, K.A., 1985 dalam Kwartiningsih dan Mulyati,
2005)
Fermentasi merupakan
suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam system biologi yang menghasilkan energi
di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa
digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi
dengan katalis enzim menjadi senyawa lain. (Fardiaz, Winarno, 1984 dalam
Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).
·
Alat dan Bahan
Alat
Wadah
atau toples yang terbuat dari kaca
Toples merupakan sebuah tempat yang bisa digunakan selama
penyimpanan vinegar. Toples yang digunakan untuk pembuatan vinegar ini
hendaklah yang terbuat dari kaca.
Baskom
Baskom merupakan sebuah tempat/wadah yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan air kelapa sementara, sebelum dimasukkan kedalam toples
Lap
Lap merupakan sebuah alat yang bisa digunakan untuk menutup toples
dengan keadaan tertutup. Sebelum lap digunakan, terlebih dahulu harus
disterilisasikan.
Panci
Panci merupaka sebuah wadah atau alat yang digunakan untuk
mensterilisasikan lap yang hendak digunakan.
Karet
gelang
Karet gelang merupakan sebuah alat yang bisa digunakan untuk
menguatkan atau mencegah toples yang berisi vinegar yang terbuat dari air
kelapa itu terhindar dari kontaminan yang ada.
Bahan
Air Kelapa
Limbah Nata De Coco
Air kelapa merupakan suatu bahan dasar yang dapat digunakan dalam
proses pembuatan vinegar. Air kelapa ini didapatkan dari limbah nata de coco
yang selesai produksi.
Gula putih
Gula putih digunakan
merupakan salah satu bahan pemanis.
Air biasa
Air biasa merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk
mensterilkan lap yang akan digunakan.
Dalam pengolahan vinegar,
terjadi 2 kali fermentasi yaitu :
1.
Fermentasi pembentukan alcohol dengan yeast Saccharomyces
cerevisiae. Pada fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol
dan gas CO2 dengan reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 2
CH3CH2OH + CO2
Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi
tersebut di atas, di samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam
asetat. Etanol yang diperoleh maksimal hanya sekitar 15 %. Untuk memperoleh
etanol 95 % dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat
pembunuh kuman, bahan bakar dan pelarut.
2.
Fermentasi perubahan alcohol menjadi asam asetat dan air dengan
bakteri Acetobacter aceti. Reaksi pembentukan asam asetat
dituliskan sebagai berikut :
CH3CH2OH
+ O2 CH3COOH + H2O
Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob. Pada fermentasi
pembentukan asam asetat tersebut terjadi perubahan etanol menjadi asam asetat
melalui pembentukan asetaldehid dengan reaksi sebagai berikut :
CH3CH2OH + ½ O2 _ CH3CHO
+ H2O
Etanol asetaldehid
CH3CHO + ½ O2 _ CH3COOH
Asetaldehid asam asetat
(Salle, A.J., 1974 dalam Kwartiningsih
dan Mulyati, 2005)
·
Proses fermentasi pembuatan asam asetat atau vinegar
A).
Fermentasi secara Aerob
Aceto
Bacteri
C6H12O6 2C2H5OH
2CH3COOH + H2O +116 kal
(Glukosa
dari nata de coco)
Asam cuka
a.
Metoda lambat (Slow Methods)
·
Biasanya untuk bahan baku berupa buah-buahan.
·
Etanol tidak banyak bergerak atau mengalir karena proses dilakukan
pada suatu tangki batch.
·
Memasukan jus buah, yeast, dan bakteri vinegar ke dalam tangki
·
Sebagian jus buah terfermentasi menjadi etanol (11-13% alkohol)
setelah beberapa hari.
·
Fermentasi etanol menjadi asam asetat terjadi pada permukaan
tangki.
·
Bakteri vinegar di permukaan larutan yang membentuk lapisan agar-agar
tipis mengubah etanol menjadi asam asetat atau
vinegar(asetifikasi).
·
Proses ini memerlukan temperatur 21- 29 oC.
Jatuhnya lapisan tipis
agar-agar dari bakteri vinegar akan memperlambat asetifikasi. Permasalahan ini
bisa dicegahdengan memasang lapisan yang dapat mengapungkan lapisan tipis
agar-agar dari bakteri vinegar.
Kelebihan Metoda lambat (Slow Methods) : -Proses sangat sederhana
Kekurangan Metoda lambat (Slow Methods) :
1.
Proses relative lama,berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
2.
Jatuhnya lapisan tipis agar-agar dari bakteri vinegar akan
memperlambat asetifikasi.
b.
Metoda cepat (Quick Methods) atau German process
·
Biasanya untuk bahan baku berupa etanol cair.
·
Bahan baku untuk basis 1 ton asam asetat(100%) :
§ Alkohol(95 %) sebanyak
1.950 lb
§ Sedikit nutrisi
§ Udara sebanyak 11.000 lb
·
Etanol mengalami perpindahan selama proses.
·
Proses fermentasi terjadi di dalam tangki pembentukan (Frings
generator) yang terbuat dari kayu atau besi.
·
Bagian-bagian dari tangki pembentukan :
o
Bagian atas, tempat alkohol dimasukkan
o
Bagian tengah, terdapat bahan isian (berupa:kayu, tongkol jagung,
rottan) di bagian ini untuk memperluas bidang kontak rektan (etanol dan
oksigen). Bahan isian mulamula disiram dengan larutan vinegar yang mengandung
bakteri asetat sehingga dipermukaan bahan isian akan tumbuh bakteri asetat.
o
Bagian bawah,digunakan sebagai tempat mengumpulkan produk vinegar.
§ Mendistribusikan
campuran etanol cair (10,5 %), vinegar(1 %), dan nutrisi melalui bagian atas
tangki dengan alat sparger
§ Campuran mengalir turun
melalui bahan isian dengan sangat lambat
§ Udara dialirkan
secara countercurrent melalui bagian bawah tangki
§ Panas yang timbul akibat
reaksi oksidasi diambil dengan pendingin. Pendingin dipasang pada aliran recyclecairan
campuran(yang mengandung vinegar,etanol, dan air) dari bagian bawah tangki.
Temperatur operasi dipertahankan pada rentang suhu 30-35 oC.
§ Produk yang terkumpul di
bagian bawah tangki mengandung asam asetat optimum sebesar 10- 10,5 %. Sebagian
produk direcycle dan sebagian yang lain di keluarkan dari tangki.
§ Bakteri asetat akan
berhenti memproduksi asam asetat jika kadar asam asetat telah mencapai 12-14 %.
§ Bahan baku 2.500 gal
dengan produk 10,5 % asam asetat memerlukan waktu proses 8-10 hari.
Kelebihan Metoda cepat (Quick Methods)
atau German process :
1)
Biaya proses rendah, relatif sederhana dan kemudahan dalam
mengontrol.
2)
Konsentrasi produk asam asetat besar.
3)
Tangki proses membutuhkan sedikit tempat peletakannya.
4)
Penguapan sedikit.
Kekurangan Metoda cepat
(Quick Methods) atau German process :
1)
Waktu tinggal terlalu lama bila dibandingkan Metoda
Perendaman (Submerged Method).
2)
Pembersihan tangki cukup sulit.
c. Metoda
Perendaman (Submerged Method)
-
Umpan yang mengandung 8-12 % etanoldiinokulasi dengan Acetobacter
acetigenum.
-
Temperatur proses dipertahankan pada rentang suhu 24-29 oC.
-
Bakteri tumbuh di dalam suspensi antara gelembung udara dan cairan
yang difermentasi.
-
Umpan dimasukkan melewati bagian atas tangki.
-
Udara didistribusikan dalam cairan yang difermentasi sehingga
membentuk gelembung- gelembung gas.Udara keluar tangki melewati pipa
pengeluaran di bagian atas tangki.
-
Temperatur proses dipertahankan dengan menggunakan koil
pendingin stainless steel yang terpasang di dalam tangki.
-
Defoamer yang terpasang di bagian
atas tangki membersihkan busa yang terbentuk dengan sistem mekanik.
Kelebihan Metoda Perendaman (Submerged Method):
a) Hampir disemua bagian
tangki terjadi fermentasi.
b) Kontak antar reaktan
dan bakteri semakin besar.
Kekurangan Metoda Perendaman (Submerged Method):
a) Biaya operasi
relatif mahal.
b. Fermentasi secara Anaerob
Clostridium
thermoaceticum
C6H12O6 CH3OOH + Q
glukosa asam
asetat
a)
Menggunakan bakteri Clostridium thermoaceticum.
b)
Mampu mengubah gula menjadi asam asetat.
c)
Temperatur proses sekitar 45- 65 oC;
pH 2-5.
d)
Memerlukan nutrisi yang mengandung karbon, nitrogen dan senyawa
anorganik.
Kelebihan proses anaerob :
a.
Mengubah gula menjadi sama asetat dengan satu langkah.
b.
Bakteri tumbuh dengan baik pada temperatur 60 oC.Perbedaan temperatur yang besar antara suhu media dengan
suhu air pendingin memudahkan dalam pembuangan panas.
c.
Kontaminasi dengan organisme yang membutuhkan bisa diminimalisasi
karena bekerja pada kondisi anaerob.
d.
Organisme yang hanya dapat hidup dalam kondisi mendekati pH netral
akan mati karena operasi fermentasi dilakukan pada kondisi asam pH 4,5.
Kekurangan proses
anaerob :
a.
Konsentrasi asam asetat lebih rendah dibandingkan dengan proses
aerob.
b.
Biaya proses lebih mahal dibandingkan dengan proses aerob.
·
Pengendalian Fermentasi
Dalam proses pembuatan
cuka, ada beberapa langkah pengendalian fermentasi yang perlu dilakukan
sehingga hasil fermentasi yang berupa vinegar sesuai yang diinginkan.
a.
Pada saat fermentasi alkohol, nutrisi yang dibutuhkan oleh khamir
untuk melakukan fermentasi harus dipenuhi. Selain gula dan sebagian merupakan
padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh keasaman dan abu sangat
diperlukan oleh khamir. Demikian pula dengan kebutuhan mineral dalam abu yang
penting untuk pertumbuhan mikroba.
b.
Suhu 75 – 80oF merupakan suhu
yang sesuai yang harus dipertahankan selama fermentasi alkohol. Pada suhu
mendekati 100oF fermentasi menjadi terhambat
dan berhenti pada suhu 105oF.
c.
Fermentasi alkohol harus dilakukan dalam kemasan, sehingga sari
buah tidak terkena udara secara berlebihan. Suatu tong diletakkan secara
horizontal dengan lubang tong ditutup kapas atau perangkap udara. Untuk
sejumlah kecil dapat digunakan botol besar yang mulutnya disumbat dengan
kapas.Kemasan jangan ditutup rapat,sebab dapat meledak. Peristiwa ini terjadi
karena adanya tekanan dari gas yang dihasilkan.
d.
Untuk mencegah pertumbuhan organisme yang tidak dikehendaki ialah
dengan menambahkan cuka yang kuat yang belum dipasteurisasikan kedalam sari
buah yang diperoleh sesudah fermentasi alkohol selesai. Penambahan cuka
tersebut dimaksudkan sebagai inokulasi yang penuh dengan bakteri asam cuka pada
sari buah beralkohol tersebut.
e.
Sesudah fermentasi asetat berjalan sempurna, cuka tidak boleh
kontak dengan udara, sebab cuka dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi
karbondioksida dan air, sehingga kadar asam menurun agak lebih cepat sampai
pada suatu kondisi yang tidak diinginkan. Untuk mengatasi hal ini cuka harus
ditempatkan dalam kemasan yang tertutup rapat dengan isi yang penuh.
f.
Fermentasi asam asetat terjadi sangat cepat, bila cider mengandung
6 – 8 % alkohol, tetapi 12 % alkohol masih dapat ditolerir. Kegiatan fermentasi
berjalan lambat bila alkohol yang ada hanya 1 – 2 %. Selama kegiatan
fermentasi, dihasilkan panas yang cukup untuk menaikkan suhu generator (metode
cepat). Aktivitas fermentasi akan terus berlangsung pada suhu antara 68 – 96oF.
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi
asam asetat adalah :
1.
Suhu
Suhu
optimum 15 – 340C (Prescott and Dunn, 1959), 25 – 30oC (Hidayat,
1997)
2.
pH
Bakteri
asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 – 6,3 (Adams, 1986).
3.
Kecepatan aerasi
Konsentrasi
oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan
asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen
terlarut pada medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber
oksigen baik, tetapi konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni
bakteri, begitu pula bila terlalu rendah (Said, 1987).
Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat, 1997) dan 0,06 – 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm.
Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat, 1997) dan 0,06 – 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm.
4.
Konsntrasi alkohol
Konsentrasi
alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka
dan Ebner (1959) sebesar 5 – 7 %
5.
Jumlah inokulum
Seleksi
terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan
kualitas hasil fermentasi .Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat
digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia
dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas dari
kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk.
6.
Lama fermentas
Lama
fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu
fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena
substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam
asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses
fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12 hari dan menghasilkan asam asetat
3,5 %.
·
Faktor Faktor yang Diperhatikan dalam Pembuatan Vinegar (Asam
Asetat)
1.
Pemilihan mikroba
Bakteri yang dapat
memenuhi syarat yaitu yang produktivitasnya tinggi dan mempunyai rasa enak.
Sebagai contoh Bacterium schutzen bachil / Baterium
cuvrum biasanya dipakai untuk memproduksi asam cuka biasanya dipakai
asam cuka dari etanol dengan quick vinegar process, sedang Bacteruim
orleanense pada proses Orleans (proses lambat). Jika kita salah
memilih mikroba akan dapat menghambat dalam proses pembuatan vinegar.
2.
Kualitas bahan dasar
Sebagai bahan dasar
adalah semua bahan yang dapat difermentasikan menjadi alkohol.bisa dari jus
buah buahan seperti buah apel, anggur, jeruk, bahan bahan bergula , beer,
anggur/ wine.
3.
Fermentasi oleh yeast
Sebelum fermentasi asam
cuka, gula yang berasal dari bahan dasar difermentrasikan menjadi alkohol,
sehingga yeast yang dipakai harus diseleksi, demikian juga faktor faktor yang
mempengaruhi selama fermentasi menjadi alkohol harus diperhatikan.
4.
Keasaman
Kadar alkohol terbaik
dan dapat segera difermrntasikan 10-13%. Bila kadar alkohol 14% atau lebih maka
oksidasi alkohol menjadi asam cuka tidak atau kurang sempurna sebab perkembangan
bakteri asam cuka terhambat. Sedang bila kadar alkohol rendah mungkin akan
banyak vinegar yang hilang bahkan pada konsentrasi alkohol 1-2% ester dan asam
cuka akan dioksidasi yang mengakibatkan hilangnya aroma dan flavor( aroma dan
flavor menjadi jelek).
5.
Oksigen
Proses fermentasi asam
cuka menjadi alkohol adalah proses oksidasi maka perlu diaerasi.
6.
Supporting medium/ bahan penyangga
Bahan penyagga ini
dimaksudkan untuk memperluas permukaan yang berhubungan dengan udara serta
tempat melekatnya koloni bakteri bakteri asam cuka sehingga proses
fermentasinya menjadi lebih cepat. Sebagai bahan penyangga dapat dipakai chips/
pasahan/ tatal kayu, arang, ranting anggur, tongkol jagung, dan sebagainya.
Bahan penyangga tersebut tidak boleh bersifat racun, serta tidak boleh
mengandung besi, tembaga, sulfur, atau ion ion lainnya yang mempengaruhi
vinegar.
7.
Suhu
Suhu selama fermentasi
mempengaruhi pertumbuhan dari bakteri asam cuka. Bila suhu:
12-15 oC
: pertumbuhan bakteri lambat, sel selnya menjadi gemuk, pendek.
42-45 oC :
sel bakteri akan memanjang membentuk semacam mycelium yang tidak bersekat
15-34 oC :
pertumbuhan sel normal dan cepat
Untuk fermentasi asam
cuka suhu yang paling sesuai 26,7-29,40C, sebab bila suhu rendah fermentasi
akan berjalan lambat sedang bila suhu tinggi akan banyak alkohol yang menguap
bersama-sama dengan bahan bahan volatile yang membentuk flavor dan aroma dari
asam cuka, sehingga asam cuka yang dihasilkan akan mempunyai flavor ataupun
aroma yang kurang sedap/ enak
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Latar
Belakang munculnya ekologi industri adalah kebutuhan atas efensiensi dan
efektifitas produksi dikarenakan keterbatasan lingkungan alam untuk memenuhi
kebutusan manusia. Sekaligus untuk menjaga stabilitas lingkungan yang rusak
akibat proses produksi yang menghasilkan limbah yang sifatnya merusak
lingkungan itu sendiri.
2. Ekologi
industri adalah sebuah sistem industri yang berkesinambungan dimana didalamnya
terdapat kumpulan proses baik yang kompleks maupun sederhana dan terdapat
interaksi antar proses tersebut.
3. Integrasi antara industri minyak kelapa, nata de coco,
dan industri vinegar merupakan salah satu contoh penerapan dari konsep ekologi
industri yang dibuktikan tidak merusak lingkungan dan limbahnya dapat
dimanfaatkan lebih lanjut untuk membuat produk olahan selanjutnya.
4.2 SARAN
Eco industrial park dalam konsep ekologi industri
memerlukan sebuah pemikiran yang kreatif dan integratif agar dapat tercipta
lingkungan industri yang produktif namun tetap ramah lingkungan. Peran
pemerintah dalam membangun kemauan para produsen untuk membangun lingkungan
industri yang integratif sangat dibutuhkan, begitu juga mengenai regulasi yang
mengatur kebijakan pembangunan kawasan eco industrial park agar tidak terjadi
kompetesi yang nantinya akan saling menjatuhkan sesama produsen.
0 komentar:
Posting Komentar